Senin, 04 Agustus 2008

konsep dasar tbc

BAB I
KONSEP DASAR

A. Pengertian
Tuberculosis (TB) Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau diberbagai organ tubuh lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi (Tabrani, 1996 : 236)
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri aerob gram positif, bakteri asam lemak, mycobacterium tuberculosis, bakteri tersebut paling sering menyerang pada paru-paru, meskipun juga dapat menjangkit kebeberapa organ yang lain (Yasmin, 1999:120)
Tuberculosis adalah infeksi saluran nafas bawah yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui percikan (droplet) dari orang ke orang, dan mengkolonisasi bronkheolus dan alveolus (Corwin, 2000: 412)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit infeksi saluran pernafasan bawah yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu-paru atau organ lain yang mempunyai tekanan partial oksigen tinggi dan dapat ditularkan melalui droplet dari orang keorang dan mengkolonisasi bronkheolus dan alveolus.

B. Etiologi
Penyebab penyakit TB paru adalah mycobacterium tuberculosis yaitu sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4µm (Soeparman, 1998: 718)
Tuberculosis disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yaitu kuman aerob yang dapat hidup terutama diparu atau beberapa organ tubuh yang mempunyai tekanan parsial oksigen tinggi pada membran selnya sehingga menyebabkan bakteri ini tahan terhadap asam dan pertumbuhannya berlangsung lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet sehingga penyebarannya terjadi terutama pada malam hari (Tabrani,1996: 236).

C. Patofisiologi
Penyakit infeksi ini disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang biasanya ditularkan melalui percikan ludah (droplet) orang ke orang dan mengkolonisasi bronkheolus dan alveolus. Kuman juga dapat masuk melalui saluran cerna, melalui ingesti susu yang tercemar atau kadang melalui lesi kulit. Apabila bakteri tuberculosis dalam jumlah yang bermakna berhasil menembus pernafasan dan berhasil menempati saluran nafas bawah, maka penjamu akan melakukan respon imun dan peradangan yang kuat dan bukan mematikannya. Respon seluler melibatkan sel T dan jaringan fibrosa membungkus kompleks makrofag basil tersebut kompleks basil, makrofag, sel T dan jaringan parut disebut sebagai tuberkel mengalami kalsifikasi dan disebut kompleks Ghon yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar X-thoraks. Sebelum ingesti bakteeri selesai, bahan mengalami perlunakan (perkejuan). Pada saat ini mikroorganisme hidup dapat memperoleh akses kesistem trakhea bronkhus dan meyebar melalui udara keorang lain.
Kerusakan pada paru akibat infeksi disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan yang kuat. Edema interstitial dan pembentuka jaringan parut permanen dialveolus meningkatkan jarak untuk difusi oksigen dan karbon dioksida sehingga pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut dab tuberkel juga mengurangi luas pemukaan yang tersedia untuk difusi gas sehiungga kapasitas difisi paru menurun. Apabila penyakit cukup luas, dapat menimbulkan vasokontriksi arteriol paru dan hipertensi paru dan juga jaringan parut dapat menyebabkan penurunan complience paru (Corwin, 2000: 414-416)

E. Manifestasi klinis dan Pemeriksaan Penunjang
Keluhan yang dirasakan oleh penderita TB Paru bermacam-macam. Keluhan terbanyak adalah :
1. Demam
Demam dapat menyerupai demam influenza, dapat hilang timbul, dapat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan penderita berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Gejala ini dapat ditemukan batuk dapat terjadi karena infeksi pada bronkhus. Sifat batuk dapat dimulai dari batuk kering (nonproduktif). Setelah timbul peradangan menjadi batuk produkti (menghasilkan sputum). Keadaan lanjut dapat berubah batuk darah (hemaptoe) karen terdapat pembuluh darah yang pecah.
3. Sesak Nafas
Pada penyakit fig finger yang baru timbul atau belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infeksinya sudah setengah bagian paru.
4. Nyeri Dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul pada infiltrasi radang sudah sampai ke pleura yang menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Penyakit TB bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia, kurus (berat badan menurun), sakit kepala, pusing, nyeri otot dan keringat malam. Gejala ini makin berat dan hilang timbul tidak teratur. (Soeparman, 1998: 718)
Batuk yang lebih dari 2 minggu setelah kontak dengan pasien tuberculosis dapat diduga sebagai tuberculosis, dapat dilakukan pemeriksaan foto thorak, tes kulit dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) yang terdapat pada sputum atau bilasan lambung pada anak.
Pemeriksaan Diagnostik
a) Radiologi
1. Infiltrat/nodular, terutama pada lapangan atas paru
2. Kavitas
3. Kalsifikasi
4. Efek Ghon
5. Atelektasis
6. Miliar
7. Tuberculoma (bayangan seperti coin lesion)
Pada tuberculosis primer tampak gambaran radiologi berupa infiltrat pada paru-paru unilateral yang disertai dengan pembesaran kelenjar limfe dibagian infiltrat brada.
b) Mikrobiologi
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi adalah sputum pada pagi hari, bilasan lambung dan cairan pleura, serta biakan dari cairan bronkoscopi. Kulur digunakan untuk diagnosis dan tes resistensi. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan atas adanya basil tahan asam (BTA) pada pergerakan tes resistensi dikerjakan sebagai bahan pertimbangan dalam penanganan tuberculosis.
Tes Tuberculosis
Tes Mountoux adalah menyuntikan 0,1 cc PPD intra dermal, kemudian indurasi yang timbul dibaca 48-72 jam setelah tes, dikatakan positif bila diameter indurasi lebih besar dari 10mm.
Tes Heaf dipakai secara luas untuk survei, dilakukan satu tes dari 100.000 iu tuberculosin/cc melalui 6 jarum difungsikan ke kulit, hasilnya dibaca setelah 3-7hari maka didapat gradasi.
Tes sebagai berikut :
1. Gradasi 1: 1-6 indurasi papula halus
2. Gradasi 2 : adanya cincin indurasi yang dibentuk oleh sekelompok papula
3. Gradasi 3 : indurasi yang berdiameter 5-10mm
4. Gradasi 4 : indurasi yang lebar lebih dari 10mm

Biopsi jaringan
Dapat dilakukan terutama pada tuberculosis kelenjar leher tapi dapat pula pada biopsi paru.
Bronkoscopi
Bilasan transbronkhial digunakan untuk menbantu menegakkan diagnosis tuberculosi baik langsung atau biakan, hasil biopsi pleura dapat digunakan untuk bahan pemeriksaan BTA (Tabrani,1996: 238-241)
Bila tidak ada keluhan dan keadaan klinis stabil maka tidak diberikan anti mikroba, kecuali hanya untuk tujuan memperbaiki keadaan penyakit yang menyertai (underlying desease). Apabila penyakit m,enjadi progesif makaperlu dipertimbangkan pemberian antibiotik. Obat untuk mycobacterium non tuberculosi ini tidak spesifik. Berdasarkan jenis kuman yang menyebabkan infeksi maka :
Mycobacterium kansasii paling sering ditemukan dan sensitif terhadap tubercuostatik. Terapi yang diberikan adalah INH 300 mg, rifampisin 600 mg, dan etambutol 15 mg/kgBB selama 18 bulan.
Mycobacterium tuberculosis avium intra seluler tidak aktif 1/10 – 1/100x aktivitas terhadap tuberculosis. Diberikan terapi seperti pada micobacterium kansasii serta ditambah dengan streptomicin untuk 3-6 bulan pertama dan pengobatan diberikan selama 16-24 bulan.
Mycobacterium fortuitum dan mycobacterium chelonae tumbuh cepat dan resisten terhadap tuberculostatik tinggi. Dapat diberikan amikasin, ciprofloksasin dan doksisiklin. (Tabrani, 1996: 249-250)

F. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus akibat kalsifikasi, perkejuan / perlunakan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan ujung- ujung saraf nyeri, akibat kram abdomen.
3. Bersihan jalan nafs tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran nafas.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan energi, anoreksia, mual muntah.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi sekunder terhadap penyembuhan yang lama.

G. Fokus Intervensi
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus akibat kalsifikasi, perkejuan / perlunakan.
Kriteria hasil:
i. Pasien melaporkan tidak adanya atau penurunan,dispnea, menunjukkan perbaikan upaya pernapasan, terbatasnya ekpansi dinding dada dan kelemahan.
ii. Bebas dari gejala distres pernafasan
Intervensi:
a. Kaji dispnea, takipneu, adanya bunyi nafas yang tidak normal, peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekpansi dinding dada dan kelemahan.
b. Evalusi perubahan pada tingkat kesadaran.
c. Dorong pasien untuk bernafas selama ekshalasi.
d. Tingkatkan tirah baring
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan ujung- ujung saraf nyeri, akibat kram abdomen.
Kriteria hasil:
Melakukan tindakan menurunkan nyri non infasive.
Intervensi:
Kaji efek nyeri terhadap kehidupan individu
Kaji faktor faktor yang menurunkan nyeri
Bantu klien dan keluarga untuk mengurangi efek depresi.
Kaji adanya keluhan nyeri.
Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Lakukan pembatasan aktifitas selama fase akut.

3. Bersihan jalan nafs tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di saluran nafas.
Kriteria hasil :
Mempertahankan jalan nafas pasien.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan
Intervensi :
Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman serta penggunaan otot-otot aksesoris).
Catat kemampuan unbtuk batuk efektif.
Catat karakter, jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
Berikan posisi semifowler.
Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2000ml per hari kecuali ada kontra indikasi.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh.
Kriteria hasil :
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko penyebaran penyakit.
Menunjukkan teknik atau melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatj\kan lingkungan yang nyaman
Intervensi:
Kaji patologi penyakit (fase akut atau fase tidak aktif : diseminasi infeksi melalui bronkus untuk membatasi jaringan atau mealui aliran darah atau sistem limfotik) dan potensial penyebaran infeksi.
Identifikasi orang lain yang beresiko ( anggota keluarga, teman dekat).
Anjurkan klien untuk batuk atau bersin dan mengeluarkan pada fisis serta menghindari meludah.
Awasi suhu sesuai indikasi.
Kaji tindakan kontrol infeksi sementara.
Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang TB.
Tekankan pentingnya mengikuti kultur ulang secara periodik terhadap sputum untuk lamanya terapi.
Tekankan pentingnya tidak menghentikan obat.
Kolaborasi pemberian agen infeksi sesuai indikasi.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan energi, anoreksia, mual muntah.
Kriteria hasil :
Pasien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat.
Berat badan stabil dalam batas normal bagi usia, tinggi dan bentuk tubuh.
Intervensi :
Timbang BB saat masuk dan pantau setiap hari.
Kaji status nutrisi pada dasar reguler.
Pantau presentasi makanan yang dimakan.
Pertahankan diit tinggi protein dan tinggi karbohidrat dengan makan sedikit tapi sering.
Baringkan dalam posisi fowler tinggi saat makan untuk mengurangi kelehahan.
Berikan dorongan pada orang terdekat untuk membawakan pasien makanan kesukaan.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi sekunder terhadap penyembuhan yang lama.
Kriteria hasil :
Menyatakan atau memperlihatkan peningkatan pengetahuan mengenai diri, mengungkapkan prinsip-prinsip yang menandakan pengertian tentang penatalaksanaan pengobatan.
Intervensi :
Identifikasi gejala yang harus dilaporkan kepada perawat.
Tekankan pentingnya mempertahankan diit tinggi protein, tinggi karbohidrat dan pemasukan cairan adekuat.
Berikan instruksi dan informasi tertulis.
Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan.

resume keperawatan tbc

BAB II
RESUME KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 22 Juni 2008, jam 16.45 WIB diruang Handayani F1 RS Purbowangi.
1. Identitas pasien
Nama Tn.W, umur 50 tahun, jenis kelamin Laki-laki, agama Islam, alamat Selokerto RT05 RW 04 Sempor, pekerjaan Buruh, pendidikan tamat Sekolah Dasar, tanggal masuk 22 Juni 2008, nomor RM 036332 dengan diagnosa medis Tuberculosis.
2. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama pasien mengatakan sesak nafas. Pasien datang ke RS Purbowangi jam 11.00 WIB dengan keluhan batuk-batuk lebih dari 1 bulan, sesak napas, batuk kadang bercampur darah, nyeri pada dada dan tenggorokan. Di IGD diberikan terapi O2 3lt/mnt, cairan infus RL 20 tpm, dengan TD : 140/90 mmHg, S: 360 C, N: 90x/mnt dan RR: 20x/mnt. Pada saat dikaji pasien masih sesak napas, nyeri pada dada dan tenggorokan, pasien juga masih batuk-batuk, pasien merasa lemah dan hanya tiduran saja. TD: 140/90 mmHg, N:96x/mnt, RR: 26x/mnt.
Riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dengan keluhan dan penyakit yang sama. Pasien sebelumnya hanya rawat jalan dirumah sakit dengan penyakit yang sama.
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Dalam keluarga pasien tidak ada yang mempunyai penyakit menular atau menurun.
Dalam pola kebiasaan sehari-hari penulis hanya mencantumkan data-data yang mendukung diagnosa yang diangkat. Pada saat dikaji pasien mengalami sesak napas dengan respirasi rate 26x/menit, pasien mengeluh batuk berdahak dan susah mengeluarkan sekret, pasien tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Gerak dan keseimbangan pasien mengatakan masih bisa beraktifitas dengan dibantu keluaraga karena merasa lemas, pasien lebih sering terlihat tiduran. Personal hygiene pasien mengatakan sudah diseka tadi pagi dan belum sikat gigi. Pasien dan keluarga pasien mengatakan belum tahu apa itu tuberculosis dan bagaimana perawatannya. Pemerikasaan fisik pada saat pengkajian, keadaan umum pasien baik dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, suhu 36,80 C, respirasi 26x/menit, nadi 80x/menit, rambut bersih, kulit kepala bersih, tidak ada luka, konjungtiva mata unanemis, sklera unikterik, fungsi penglihatan masih baik, tidak memakai kacamata/alat bantu penglihatan, hidung tidak ada polip, terdapat sekret, fungsi pembau masih baik, mukosa mulut lembab, tidak ada stomatitis, gigi agak kotor, telinga tidak ada serumen, fungsi pendengaran masih baik tanpa alat bantu pendengaran, leher tidak ada peningkatan vena jugularis, tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroud, dada simetris bunyi nafas vesikuler, terdengar ronchi, ada retraksi dinding dadaabdomen bentuk supel, tidak ada nyeri tekan, peristaltik usus 12 kali/ menit, ekstremitas atas terpasang infus RL 20 tetes per menit pada tangan kanan, dapat bergerak dengan bebas, tidak ada edema, capilarry refill time <2 detik, turgor kulit elastis, ekstremitas bawah dapat bergerak dengan bebas, tidak ada luka dan tidak ada edema.
Pemeriksaan laboratorium tanggal 22 Juni 2008 didapatkan hemoglobin 16,2 gr% normalnya 12-16, leukosit 8200/mm3 normalnya 4000-10000, trombosit 154.000/mm3 normalnya 150.000-400.000, waktu pembekuan 3menit normalnya 1-6menit, waktu perdarahan 4 menit normalnya 1-6menit, golongan darah AB, ureum 42,6mgr/dl normalnya 10-50, creatinin 1,3 mgr/dl normalnya 0,5-1,1, gula sewaktu 120 mgr/dl normalnya 100-300.
Terapi pada tanggal 22 Juni 2008, Gliseril Gluakolat 3x25 mg, OBH 3x3 sendok the, Omeprazol 2x50 mg, Kalnex 3x125 mg, Ranitidine 3x250 mg, Cefotaxime 3x1gr dan mendapatkan cairan infus RL 20 tetes per menit.

B. ANALISA DATA
Pada tanggal 22 Juni 2008 jam 17.00 WIB didapatkan data sebagai berikut :
1. DS : pasien mengatakan batuk berdahak dan susah mengeluarkan sekret.
DO : terdengar ronchi, suara napas vesikuler, respirasi 26x/menit, ada retraksi dinding dada.
Masalah Keperawatan : Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret
2. DS : pasien mengatakan terpasang infus sejak tadi pagi
DO : terpasang infus RL 20 tetes per menit, balutan infus masih bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit 8200/mm3, suhu 36,80 C.
masalah Keperawatan : resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus
3. DS : pasien dan keluarga pasien mengatakan tidak tahu penyakit yang diderita pasien.
DO : pasien bertanya tentang penyakitnya kepada perawat, keluarga ingin tahu tentang penyakit pasien dsan bagaimana perawatannya.
Masalah Keperawatan : kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang infornasi
Prioritas Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret.
2) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
3) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang infornasi.

C. INTERVENSI, IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret.
Tujuan dilakukan tindakan keperawatan selama2x24 jam adalah diharapkan gangguan bersihan jalan nafas teratasi dengan kriteria pasien dapat mengeluarkan sekret, menunjukkan batuk yang efektif, respirasi normal (16-20x/menit).
Intervensinya adalah kaji pola nafas, kedalaman dan frekuensi, ajarkan teknik batuk efektif, anjurkan pasien untuk minum air hangat, berikan posisi semifowler, berikan terapi sesuai indikasi.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 adalah jam 07.00 WIB mengkaji keadaan umum pasien, mengkaji keluhan pasien, memonitor tana-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,80 C, respirasi 26x/menit, nadi 90x/menit, pukul 10.00 WIB mengajarkan pasien teknik batuk efektif an pasien dapat melakukan batuk efektif dengan baik dan dapat mengeluarkan sekret, menganjurkan untuk banyak minum air hangat, memberikan posisi semi fowler dsan pasien mengatakan lebih nyaman, jam 11.00 WIB memberikan obat sesuai indikasi dokter yaitu Gliseril Gluakolat 3x25 mg, OBH 3x3 sendok teh, Omeprazol 3x50mg dan obat injeksi Kalnex 3x125 mg, Ranitidsine 3x250 mg, Cefotaxime 3x1gr, jam 13.00 WIB mengkaji keadaan umum pasien , memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 90x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36,50 C.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 14.00 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan masih batuk berdahak dan pasien sudah dapat menggunakan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret, data obyektif pasien masih terlihat batuk, masih terdengar bunyi ronchi, respirasi 24 x/menit sehingga dari data diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif teratasi sebagian, maka rencana tindakan keperawatan selanjutnya adalah menganjurkan pasien menggunakan teknik batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekret, menganjurkan pasien untuk banyak minum air hangatuntuk mengencerkan sekret dan memberikan obat sesuai indikasi dokter.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24jam adalah diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak timbul tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, calor, tumor, fungsiolesa).
Intervensinya adalah kaji tanda-tanda infeksi, monitor tetesan infuse, monitor tanda-tanda vital, ganti balutan infuse tiap hari, berikan terapi antibiotic sesuai advis dokter.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 adalah pada jam 07.00 WIB mengkaji keadaan umum pasien, memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 130/80 mmHg, suhu 36,80 C, respirasi 26x/menit, nadi 90x/menit, jam 09.00 WIB memonitor tetesan infuse, memonitor tanda-tanda infeksi dengan hasil tanda-tanda infeksi tidak muncul, jam 12 memonitor tetesan infuse, jam 13.00 WIB mengkaji keadaan umum pasien, memonitor tanda-tanda vital dengan hasil tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 90x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36,50 C.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 14.00 WIB dengan data obyektif balutan infuse masih bersih, tetesan infus lancar 20 tetes per menit, tidak ada tanda-tanda infeksi, tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 90x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36,50 C. dari data diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah resiko infeksi tidak terjadi dan pertahankan intervensi dengan memonitor tanda-tanda vital , memonitor tanda-tanda infeksi dan ganti balutan setiap hari dengan teknik aseptic atau sesuai indikasi.

3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x20 menit adalah diharapkan kurang pengetahuan dapat diatasi dengan kriteria pasien dan keluarga pasien tahu dan mengerti tentang penyakit yang diderita pasien dan bagaimana perawatannya.
Intervensinya adalah kaji tingkat pengetahuan pasien, berikan penkes tentang penyakit yang diderita, evaluasi tingkat pengetahuan tentang penyakit yang diderita.
Implementasi yang telah dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 adalah jam 09.30 WIB mengkaji kembali tingkat pengetahuan pasien dan melakukan kontrak waktu dengan pasien dan keluarga pasien. Jam 10.00 WIB memberikan penkes tentang TBC kepada pasien dan keluarga pasien , setelah itu jam 10.20WIB mengevaluasi tentang penkes yang sudah diberikan dengan hasil pasien mengatakan jadi lebih tahu tentang TBC dan mengerti bagaimana cara perawatannya.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 10.30 WIB dengan data subyektif pasien mengatakan jadi lebih tahu tentang penyakitnya dan bagaimana perawatannya. Dari data diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah kurang pengetahuan dapat teratasi dan pertahankan intervensi dengan memberikan kesempatan pada pasien untuk bertanya pada perawat bila ada hal-hal yang ingin ditanyakan atau kurang mengerti.

pembahasan tbc

BAB III
PEMBAHASAN


Pembahasan yang akan penulis lakukan sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan yang muncul. Dan dibahas pada tahap-tahap proses keperawatan.
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga bersihan jalan nafas. Dengan batasan karakteristik yaitu dispnea, penurunan suara nafas, ortopnea, suara nafas tambahan (rales, krakels, wheezing) batuk tidak efektif atau tidak dapat batuk, produksi sputum, sianosis, kesulitan bicara, mata melebar, perubahan ritme dan frekuensi pernafasan. Dan faktor berhubungan yaitui spasme jalan nafas, mukus banyak, sekresi yang tertahan, benda asing dijalan nafas, sekresi dibronkhus, eksudat di alveoli (NANDA, 2005: 4-5).
Dengan masuknya kuman tuberculosis maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Disini akan menurunkan fungsi kerja silia dan mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
Masalah keperawatan ini dirumuskan pada tanggal 23 Juni 2008 karena didapatkan data subyektif pasien mengatakan batuk berdahak dan susah mengeluarkan sekret dan data obyektif terdengar bunyi ronchi, suara nafas vesikuler, respirasi 26x/menit, terdapat retraksi dinding dada. Data diatas kurang lengkap, seharusnya terdapat data ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi dijalan nafas, irama, kedalaman nafas abnormal (Carpenito, 2000: 324).
Adapun tindakan yang penulis laksanakan adalah:
1. Memonitor tanda-tanda vital
Penulisan tindakan diatas kurang tepat, menurut Doenges, 1999: 244 yang tepat adalah mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot aksesori.
Mengatakan yanda-tanda vital pasien maka kan dapat memantau bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman pernafasan. Hal ini menunjukkan akumulasi sekret yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan. Keuntungannya adalah ,mengetahui keadaan pasien lebih dini dan bisa mempersepsikan yang sama dengan tim kesehatan lain. Kelemahan kurang spesifik untuk mengkaji bersihan jalan nafas dan fungsi pernafasan Doenges, 1999: 245).
2. Mengajarkan teknik batuk efektif
Pengeluaran sekret akan sulit bila sekret sangat kental, sekret atau darah yang kental diakibatkan oleh kerusakan paru/luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut. Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien bias mendemonstrasikan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret dan untuk mengetahui kemampuan pasien mengeluarkan sekret dengan cara dibatukkan. Kelemahannya jika pasien merasa sesak jika batuk sehingga akan mempersuliut proses pengeluaran sekret (Doenges, 1999: 245).
3. Menganjurkan pasien untuk minum air hangat
Penulisan diatas kurang tepat seharusnya pertahankan masukan cairan 2500ml/hari kecuali ada kontra indikasi (Doenges, 1999: 245).
Pemasukan tinggi cairan dapat membantu untukmengencerkan skret dan dapat membuatnya mudah dikeluarkan.keuntungan dilakukan tindakan ini adalah pasien dapat meningkatkan asupan cairan unutuk mempermudah mengencerkan sekret (Doenges, 1999:245). Kelemahannya seharusnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan, bukan cuma air hangat.
4. Memberikan posisi semifowler
Mengatur posisi pasien akan meningkatkan kenyamanan pasien dalam bernafas dan memudahkan sekret untuk dikeluarkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Doenges (1999: 245) yaitu posisi semifowler membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Keuntungannya adalah mengetahui posisi yang nyaman untuk pasien dalam beristirahat. Kelemahannya adalah jika pasien lemah sehingga pada pengaturan posisi harus lebih optimal dalam pelaksanaannya.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 14.00WIB dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih batuk berdahak dan pasien sudah dapat menggunakan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret, data obyektif pasien masih terlihat batuk, masih terdengar bunyi ronchi, respirasi 24x/menit. Sehingga masalah gangguan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret masih dialami pasien, dengan rencana tindakan keperawatan selanjutnya adalah menganjurkan pasien menggunakan teknik batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekret, menganjurkan pasien untuk banyak minum, khususnya minum hangat untuk membantu mengencerkan sekret dan memberikan obat sesuai perintah dokter.

B. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
Resiko infeksi adalah peningklatan resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. Dengan faktor resiko yaitu prosedur invasive, tidak cukup pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, ruptur membran amniotic, agen parmaseptikal (missal;imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, imunosupresi, imunitas didapat tidak adekuat, pertahanan sekunder tidak adekuat, (berat badan menurun, leukopenia, penekanan respon inflamasi), pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan peristaltic), penyakit kronis (NANDA, 2005: 121).
Perkejuan dan perlunakan yang terjadi di alveoli mengakibatkan proses penyembuhan yang lama sehingga energi yang dikeluarkan banyak digunakan untuk penyembuhan sel yang mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan dapat terjadi resiko infeksi penyebaran/ aktivitas ulang berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 23 Juni 2008 dan didapat data subyektif pasien mengatakan terpasang infus sejak hari kemari dan data obyektif terpasang infus RL 20 tetes per menit, balutan infus masih bersih, tetesan lancar 20 tetes per menit, tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit 8200/mm3, suhu 36,80 C, dan pasien mendapat terapi Cefotaxime 3x1gr.
Adapun tindakan yang penulis lakukan adalah:
Memonitor tanda-tanda vital
Penulisan tindakan keperawatan diatas kurang sesuai menurut Doenges, 1999: 234. mengetahui tingkat kondisi pasien, reaksi suhu atau demam mengidentifikasikan adanya infeksi lanjut (Doenges, 1999: 243). Keuntungannya dapat dilakukan dengan sekaligus dengan memonitor tanda-tanda vital yang lain. Kelemahannya pasien merasa kurang nyaman bila banyak beraktivitas.
Memonitor tetesan infus
Infus lancar berarti tidak ada hambatan memasukkan obat.
Memonitor tanda-tanda infeksi
Pada rencana tindakan yang telah dilakukan kurang akurat, seharusnya rencana tindakan yang telah dilakukan adalah rencana tindakan untuk mencegah penyebaran infeksi (Doenges, 1999: 242). Tetapi tindakan yang diangkat rencana tindakan untuk prosedur infasif jalan masuk nya mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 dan diperoleh data obyektif balutan infus masih bersih, tetesan infus lancar 20 tetes per menit, tidak ada tanda-tanda infeksi, tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 90x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36,50 C. Sehingga masalah resiko infeksi tidak terjadi dan tetap mempertahankan intervensi dengan memonitor tanda-tanda vital , memonitor tanda-tanda infeksi dan ganti balutan setiap hari dengan teknik aseptic atau sesuai indikasi.
C. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang informasi kognitif berhubungan dengan topik yang tidak spesifik. Dengan batasan karakteristik mengungkapkan adanya masalah, tes penampilan tidak akurat dan perilaku berlebihan (NANDA, 1999: 125).
Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 23 Juni 2008 dan didapat data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya dan bagaimana perawatannya, sedangkan pasien baru kali ini dirawat di rumah sakit. Pasien juga mengatakan hanya tamatan SD, sehingga tidak begitu tahu tentang penyakit.
Adapun tindakan yang penulis lakukan adalah:
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien sehingga didapatkan data sebagai pedoman untuk tindakan selanjutnya.
Memberikan pendidikan penyuluhan tentang penyakit yang diderita pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien sebagai langkah awal untuk melakukan pengobatan dan untuk upaya pencegahan penyebaran penyakit.
Mengevaluasi tentang penkes yang sudah diberikan.
Mengkaji kembali tingkat pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit yang diderita, agar dapat menjadikan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan bias menerima rencana perawatan kesehatan adekuat.
Berikan kesempatan bertanya pada pasien bila ada hal-hal yang belum dimengerti
Yaitu untuk membantu pasien apabila ada hal-hal yang belum dimengerti sebagai acuan dalam tindakan perubahan pola hidup.
Sedangkan diagnosa keperawatan secara teori yang tidak muncul dalam kasus ini adalah:
a) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus akibat kalsifikasi, perkejuan/perlunakan.
Diagnosa ini tidak penulis munculkan karena pada saat pengkajian pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak mengeluh sesak nafas, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan energi, anoreksia, mual, muntah.
Diagnosa ini tidak penulis munculkan karena pada saat pengkajian pasien mengatakan nafsu makannya tidak menurunpasien juga tidak merasakan mual, maupun muntah dan juga pasien menghabiskan ½ porsi yang disediakan rumah sakit. Dan dari hasil pemeriksaan fisik khususnya integument didapatkan mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, CRT <2 detik. Sehingga dari data-data tersebut, penulis tidak menemukan adanya gangguan nutrisi.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart, 1996, Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Jual, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC.Jakarta.
Corwin, Elizabeth, J,2001, Buku Saku Patofisiologi Untuk Keperawatan, EGC,Jakarta.
Doenges, Marylin E; 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 jilid 2, Alih Bahasa Kariasa dan Sumarwati, EGC,Jakarta.
Effendi, Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC,Jakarta.
FKUI, 1995, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media Aeuscalapius,Jakarta.
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah ,Jilid 3, IAPK Padjadjaran, Bandung.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2, Media Aeuscalapius,Jakarta.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikas, Prima Medika, Yogyakarta.
Robbin and Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, De Jong Wim, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.