Senin, 04 Agustus 2008

pembahasan tbc

BAB III
PEMBAHASAN


Pembahasan yang akan penulis lakukan sesuai dengan prioritas diagnosa keperawatan yang muncul. Dan dibahas pada tahap-tahap proses keperawatan.
A. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret.
Bersihan jalan nafas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga bersihan jalan nafas. Dengan batasan karakteristik yaitu dispnea, penurunan suara nafas, ortopnea, suara nafas tambahan (rales, krakels, wheezing) batuk tidak efektif atau tidak dapat batuk, produksi sputum, sianosis, kesulitan bicara, mata melebar, perubahan ritme dan frekuensi pernafasan. Dan faktor berhubungan yaitui spasme jalan nafas, mukus banyak, sekresi yang tertahan, benda asing dijalan nafas, sekresi dibronkhus, eksudat di alveoli (NANDA, 2005: 4-5).
Dengan masuknya kuman tuberculosis maka akan menginfeksi saluran nafas bawah dan dapat menimbulkan terjadinya batuk produktif dan darah. Disini akan menurunkan fungsi kerja silia dan mengakibatkan penumpukan sekret pada saluran pernafasan sehingga menimbulkan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret.
Masalah keperawatan ini dirumuskan pada tanggal 23 Juni 2008 karena didapatkan data subyektif pasien mengatakan batuk berdahak dan susah mengeluarkan sekret dan data obyektif terdengar bunyi ronchi, suara nafas vesikuler, respirasi 26x/menit, terdapat retraksi dinding dada. Data diatas kurang lengkap, seharusnya terdapat data ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi dijalan nafas, irama, kedalaman nafas abnormal (Carpenito, 2000: 324).
Adapun tindakan yang penulis laksanakan adalah:
1. Memonitor tanda-tanda vital
Penulisan tindakan diatas kurang tepat, menurut Doenges, 1999: 244 yang tepat adalah mengkaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan penggunaan otot aksesori.
Mengatakan yanda-tanda vital pasien maka kan dapat memantau bunyi nafas, kecepatan, irama dan kedalaman pernafasan. Hal ini menunjukkan akumulasi sekret yang dapat menimbulkan peningkatan kerja pernafasan. Keuntungannya adalah ,mengetahui keadaan pasien lebih dini dan bisa mempersepsikan yang sama dengan tim kesehatan lain. Kelemahan kurang spesifik untuk mengkaji bersihan jalan nafas dan fungsi pernafasan Doenges, 1999: 245).
2. Mengajarkan teknik batuk efektif
Pengeluaran sekret akan sulit bila sekret sangat kental, sekret atau darah yang kental diakibatkan oleh kerusakan paru/luka bronchial dan dapat memerlukan evaluasi atau intervensi lanjut. Keuntungan dari tindakan ini adalah pasien bias mendemonstrasikan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret dan untuk mengetahui kemampuan pasien mengeluarkan sekret dengan cara dibatukkan. Kelemahannya jika pasien merasa sesak jika batuk sehingga akan mempersuliut proses pengeluaran sekret (Doenges, 1999: 245).
3. Menganjurkan pasien untuk minum air hangat
Penulisan diatas kurang tepat seharusnya pertahankan masukan cairan 2500ml/hari kecuali ada kontra indikasi (Doenges, 1999: 245).
Pemasukan tinggi cairan dapat membantu untukmengencerkan skret dan dapat membuatnya mudah dikeluarkan.keuntungan dilakukan tindakan ini adalah pasien dapat meningkatkan asupan cairan unutuk mempermudah mengencerkan sekret (Doenges, 1999:245). Kelemahannya seharusnya pasien dianjurkan untuk meningkatkan asupan cairan, bukan cuma air hangat.
4. Memberikan posisi semifowler
Mengatur posisi pasien akan meningkatkan kenyamanan pasien dalam bernafas dan memudahkan sekret untuk dikeluarkan. Hal ini didukung oleh pernyataan Doenges (1999: 245) yaitu posisi semifowler membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernafasan. Keuntungannya adalah mengetahui posisi yang nyaman untuk pasien dalam beristirahat. Kelemahannya adalah jika pasien lemah sehingga pada pengaturan posisi harus lebih optimal dalam pelaksanaannya.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 jam 14.00WIB dan diperoleh data subyektif pasien mengatakan masih batuk berdahak dan pasien sudah dapat menggunakan teknik batuk efektif untuk mengeluarkan sekret, data obyektif pasien masih terlihat batuk, masih terdengar bunyi ronchi, respirasi 24x/menit. Sehingga masalah gangguan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan sekret masih dialami pasien, dengan rencana tindakan keperawatan selanjutnya adalah menganjurkan pasien menggunakan teknik batuk efektif untuk membantu mengeluarkan sekret, menganjurkan pasien untuk banyak minum, khususnya minum hangat untuk membantu mengencerkan sekret dan memberikan obat sesuai perintah dokter.

B. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya pintu masuk mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
Resiko infeksi adalah peningklatan resiko untuk terinvasi oleh organisme pathogen. Dengan faktor resiko yaitu prosedur invasive, tidak cukup pengetahuan untuk menghindari paparan pathogen, trauma, destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan, ruptur membran amniotic, agen parmaseptikal (missal;imunosupresan), malnutrisi, peningkatan paparan lingkungan terhadap patogen, imunosupresi, imunitas didapat tidak adekuat, pertahanan sekunder tidak adekuat, (berat badan menurun, leukopenia, penekanan respon inflamasi), pertahanan primer tidak adekuat (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi Ph, perubahan peristaltic), penyakit kronis (NANDA, 2005: 121).
Perkejuan dan perlunakan yang terjadi di alveoli mengakibatkan proses penyembuhan yang lama sehingga energi yang dikeluarkan banyak digunakan untuk penyembuhan sel yang mengakibatkan daya tahan tubuh menurun dan dapat terjadi resiko infeksi penyebaran/ aktivitas ulang berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat, penurunan kerja silia/statis sekret.
Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 23 Juni 2008 dan didapat data subyektif pasien mengatakan terpasang infus sejak hari kemari dan data obyektif terpasang infus RL 20 tetes per menit, balutan infus masih bersih, tetesan lancar 20 tetes per menit, tidak ada tanda-tanda infeksi, leukosit 8200/mm3, suhu 36,80 C, dan pasien mendapat terapi Cefotaxime 3x1gr.
Adapun tindakan yang penulis lakukan adalah:
Memonitor tanda-tanda vital
Penulisan tindakan keperawatan diatas kurang sesuai menurut Doenges, 1999: 234. mengetahui tingkat kondisi pasien, reaksi suhu atau demam mengidentifikasikan adanya infeksi lanjut (Doenges, 1999: 243). Keuntungannya dapat dilakukan dengan sekaligus dengan memonitor tanda-tanda vital yang lain. Kelemahannya pasien merasa kurang nyaman bila banyak beraktivitas.
Memonitor tetesan infus
Infus lancar berarti tidak ada hambatan memasukkan obat.
Memonitor tanda-tanda infeksi
Pada rencana tindakan yang telah dilakukan kurang akurat, seharusnya rencana tindakan yang telah dilakukan adalah rencana tindakan untuk mencegah penyebaran infeksi (Doenges, 1999: 242). Tetapi tindakan yang diangkat rencana tindakan untuk prosedur infasif jalan masuk nya mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus.
Evaluasi dilakukan pada tanggal 23 Juni 2008 dan diperoleh data obyektif balutan infus masih bersih, tetesan infus lancar 20 tetes per menit, tidak ada tanda-tanda infeksi, tekanan darah 120/80 mm Hg, nadi 90x/menit, respirasi 24x/menit, suhu 36,50 C. Sehingga masalah resiko infeksi tidak terjadi dan tetap mempertahankan intervensi dengan memonitor tanda-tanda vital , memonitor tanda-tanda infeksi dan ganti balutan setiap hari dengan teknik aseptic atau sesuai indikasi.
C. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Kurang pengetahuan adalah tidak ada atau kurang informasi kognitif berhubungan dengan topik yang tidak spesifik. Dengan batasan karakteristik mengungkapkan adanya masalah, tes penampilan tidak akurat dan perilaku berlebihan (NANDA, 1999: 125).
Masalah keperawatan ini muncul pada tanggal 23 Juni 2008 dan didapat data subyektif pasien mengatakan tidak tahu tentang penyakit yang dideritanya dan bagaimana perawatannya, sedangkan pasien baru kali ini dirawat di rumah sakit. Pasien juga mengatakan hanya tamatan SD, sehingga tidak begitu tahu tentang penyakit.
Adapun tindakan yang penulis lakukan adalah:
Mengkaji tingkat pengetahuan pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan pasien sehingga didapatkan data sebagai pedoman untuk tindakan selanjutnya.
Memberikan pendidikan penyuluhan tentang penyakit yang diderita pasien.
Tindakan ini dilakukan untuk memberikan penjelasan pada pasien dan keluarga pasien tentang penyakit yang diderita pasien sebagai langkah awal untuk melakukan pengobatan dan untuk upaya pencegahan penyebaran penyakit.
Mengevaluasi tentang penkes yang sudah diberikan.
Mengkaji kembali tingkat pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit yang diderita, agar dapat menjadikan perubahan pola hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan bias menerima rencana perawatan kesehatan adekuat.
Berikan kesempatan bertanya pada pasien bila ada hal-hal yang belum dimengerti
Yaitu untuk membantu pasien apabila ada hal-hal yang belum dimengerti sebagai acuan dalam tindakan perubahan pola hidup.
Sedangkan diagnosa keperawatan secara teori yang tidak muncul dalam kasus ini adalah:
a) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan alveolus akibat kalsifikasi, perkejuan/perlunakan.
Diagnosa ini tidak penulis munculkan karena pada saat pengkajian pasien dapat bernafas dengan normal dan tidak mengeluh sesak nafas, baik saat istirahat maupun saat beraktivitas.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan energi, anoreksia, mual, muntah.
Diagnosa ini tidak penulis munculkan karena pada saat pengkajian pasien mengatakan nafsu makannya tidak menurunpasien juga tidak merasakan mual, maupun muntah dan juga pasien menghabiskan ½ porsi yang disediakan rumah sakit. Dan dari hasil pemeriksaan fisik khususnya integument didapatkan mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, CRT <2 detik. Sehingga dari data-data tersebut, penulis tidak menemukan adanya gangguan nutrisi.



DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddart, 1996, Keperawatan Medical Bedah, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Jual, 2001, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC.Jakarta.
Corwin, Elizabeth, J,2001, Buku Saku Patofisiologi Untuk Keperawatan, EGC,Jakarta.
Doenges, Marylin E; 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3 jilid 2, Alih Bahasa Kariasa dan Sumarwati, EGC,Jakarta.
Effendi, Nasrul, 1995, Pengantar Proses Keperawatan, EGC,Jakarta.
FKUI, 1995, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 2, Media Aeuscalapius,Jakarta.
Long, Barbara C, 1996, Perawatan Medikal Bedah ,Jilid 3, IAPK Padjadjaran, Bandung.
Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, jilid 2, Media Aeuscalapius,Jakarta.
NANDA, 2005, Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006 Definisi dan Klasifikas, Prima Medika, Yogyakarta.
Robbin and Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi II, Edisi 4, EGC, Jakarta.
Sjamsuhidajat, De Jong Wim, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar: